Thursday, September 07, 2006

“Cu Ah…!” (Suatu Instropeksi Diri)

Cu Ah!, adalah kata yang sering diucapkan dalam ibadah-ibadah di gereja Hua Ren. Setiap kali kata ini diucapkan, sebanyak itu pula kita melukai hati Bapa yang di sorga. Semakin banyak kata ini disebutkan dan didengungkan sebanyak itu pula hati Allah tergores dan terluka. Ironisnya ini terjadi justru dalam ibadah-ibadah gereja oleh orang-orang yang mengaku percaya kepada Tuhan…… Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Takkala kita menyebut nama Tuhan, apakah kita sungguh menyembah Dia sebagai Tuhan? Jika sikap menyembah Allah tidak ada pada orang-orang percaya yang menyebut nama Tuhan, apakah makna dari kata ini? Apakah kita bisa menemukan makna kata ini dari orang-orang yang belum mengenal Kristus? Orang percaya yang menyebut nama Tuhan adalah wajib memiliki hati dan sikap menyembah pada Allah. Yang tidak memiliki hati menyembah tidak layak menyebut nama Tuhan karena Tuhan memberikan namaNya kepada umatNya bukan hanya supaya dikenal melainkan supaya dengan sikap hormat dan gentar kita menyembahNya.

Orang percaya yang menyebut “Cu Ah!” tetapi tanpa dibarengi sikap menyembah kepada Allah akan dihukum Allah karena mereka melukai hati Tuhan dan menipu banyak orang dan diri sendiri. Pada akhir zaman, Tuhan Yesus mengatakan bahwa akan ada banyak orang yang akan menyebut nama Tuhan, tetapi mereka justru adalah orang-orang jahat. Dan Tuhan Yesus akan menjawab mereka, “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!”

Dari sini kita melihat pentingnya sikap menyembah itu ada pada setiap orang percaya. Lalu bagaimanakah sikap menyembah itu?


1. Meninggalkan dosa.

Orang yang menyembah Allah adalah orang yang membenci dosa. Dengan segala cara ia akan berusaha meninggalkan dosa-dosanya. Ia merasa malu jika masih ada dosa dalam dirinya saat menyembah Allah, seperti doa seorang pemungut cukai. Ia merasa tidak layak bertemu dengan Allah dengan keadaan dirinya yang penuh dosa. Memang tidak ada manusia yang bebas dari dosa, tetapi yang dimaksudkan di sini adalah sikap membenci dan menjauhi dosa senantiasa ada pada seorang penyembah yang benar. Seorang penyembah yang benar tidak akan menyembunyikan/memelihara dosanya, tetapi memelihara kesucian/kekudusan hidup.


2. Sikap menyembah dinyatakan dalam hidup setiap hari.

Kita sering keliru dan merasa nyaman jika hanya melakukan penyembahan/ibadah seminggu sekali dalam Kebaktian Minggu. Sikap hidup dari sebagian orang percaya dari Senin sampai Sabtu berbeda dengan hari Minggu. Jika hari Minggu mereka akan menampilkan diri sebagai orang yang murah senyum, seolah-olah penuh kasih, pemaaf, pemerhati, dan segala sikap ideal dalam Alkitab. Singkat kata, mereka akan mengenakan jubah putih bersih seperti jubah malaikat pada hari Minggu. Tetapi jika sudah selesai hari Minggu, takkala terjun ke bisnis sehari-hari mereka akan berubah seperti dunia ini; hampir tidak bisa menemukan bedanya orang Kristen dengan orang non Kristen. Tidak ada kasih dan kebaikan selain di hari Minggu. Kita menjadi seperti lalang di luar hari Minggu! Sikap yang demikian bukanlah sikap yang menyembah Allah. Menyembah Allah bukan hanya dilakukan di gereja melainkan dalam segala aspek hidup kita. Penyembah Allah adalah orang-orang yang membiarkan Tuhan menyatakan keberadaanNya dalam dirinya. Setiap hari adalah hari ibadah kepada Allah. Seluruh hidup kita adalah penyembahan kepada Allah, baik saat kebaktian, saat bisnis/bekerja, dalam keluarga, dalam persaudaraan dengan sesama dan di segala bidang lainnya. Dengan demikian kita akan menjadi saksi dalam hidup dan orang lain mengenal kita sebagai penyembah Allah yang benar dari kehidupan setiap hari.


3. Mencintai kebenaran/keadilan.

Semua orang mencintai kebaikan, tetapi siapakah yang mencintai kebenaran? Kita sering mendengar kalimat ini dalam rapat, “Jika semuanya baik bagi kalian ya kita jalankan saja!”. Namun, takkala kebaikan melanggar rambu-rambu kebenaran, yang mana yang akan kita jalankan? Takkala kebaikan memberikan keuntungan dan kebenaran membawa ketidakberuntungan, yang mana yang kita utamakan diantara keduanya? Mana yang lebih bernilai tinggi; kebaikan atau kebenaran? Kebaikan bisa berubah-ubah tetapi kebenaran adalah kekal dan absolut.

Orang yang menyebut nama Tuhan tidak akan tenang/nyaman bila melihat praktek kejahatan dan ketidakadilan terjadi di depan mata. Orang yang mencintai kebenaran akan merasa terluka takkala menyaksikan kejahatan merajalela. Jika benar kita katakan BENAR dan jika salah kita katakan SALAH. Sikap ini menjadi prinsip hidup seorang penyembah yang benar. Dan yang selalu akan menjadi prioritas utamanya adalah kebenaran. Saat Allah menghakimi manusia, yang dipergunakan sebagai alat pengukur adalah kebenaran dan keadilan bukan kebaikan. Tiket masuk sorga bukan “apakah engkau sudah baik”, melainkan “apakah engkau sudah dibenarkan…”. Inilah yang menyatakan kwalitas kebenaran melampaui kebaikan. Kita sering gagal dalam memilah kebaikan dan kebenaran. Sering kali kita memilih hal yang baik daripada yang benar. Namun kehadiran umat Tuhan adalah menyatakan kebenaran Tuhan. Inilah tugas gereja yang utama; menyatakan kebenaran. Di dalam kebenaran pasti ada kebaikan Allah, tetapi dalam kebaikan belum tentu ada kebenaran. Penyembah yang benar seharusnya mencintai kebenaran dan keadilan diatas kebaikan.


4. Takut akan Tuhan.

Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaknya adalah orang yang memiliki hati yang takut akan Tuhan. Dalam segala tindakan kita, kita takut jika melukai hati Tuhan, takut tidak memuliakan Tuhan, takut menjadi batu sandungan, dan lain-lain. Sikap takut akan Tuhan ini lahir dari kesadaran bahwa Allah adalah Hakim dan Tuhan Maha Suci. Ia yang akan menghukum dosa-dosa kita dengan penuh keadilan jika kita berlaku tidak benar, tidak jujur, setuju dengan kejahatan, berlaku pilih kasih, mementingkan diri sendiri, serakah, sombong, tipu muslihat, iri, materialistik, penyembahan berhala, zinah dan berbagai macam dosa-dosa yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Segala kejahatan manusia terekam rapi dalam video yang akan diputar kembali pada saat penghakiman. Ia akan menghakimi kita sedang benar, adil dan jujur. Orang yang sudah lahir baru dan percaya Tuhan pasti memiliki hati yang takut dan gentar akan Tuhan.

Pandangan-pandangan dan nilai duniawi saat ini sedang merasuki gereja tanpa ada perlawanan berarti. Sebabnya tidak ada yang mencintai kebenaran/keadilan dan tidak ada hati yang takut akan Tuhan. Kita semua lebih mementingkan urusan dan bisnis sendiri ketimbang memikirkan rumah Tuhan. Kasus-kasus yang memalukan yang terjadi di gereja didiamkan dengan alasan tidak etis (tabu/malu), karena hubungan persaudaraan/teman, dan lain-lain. Sikap seperti ini apakah mencerminkan kecintaan kita kepada kebenaran atau keberpihakan kita kepada dosa/kejahatan? Kita lebih takut kepada manusia dari pada takut kepada Tuhan. Ini sikap yang aneh, karena orang-orang yang bersikap mendiamkan, mereka jugalah yang menyetujuinya dengan sikap diam mereka. Sikap diam ini mencerminkan takut kepada manusia daripada takut akan Allah. Apakah yang Tuhan Yesus lakukan saat bertemu dengan ahli Taurat dan ahli Farisi? Tuhan Yesus menegor mereka dengan sangat keras dengan sebutan: “Hai kamu keturunan ular beludak…!” Saat orang memberitahu bahwa ibuNya sedang mencariNya, Tuhan Yesus menunjuk ke arah murid-muridNya dan mengatakan, “Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Sebab siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku." Apakah yang dilakukan Tuhan Yesus saat rumah Tuhan disalahfungsikan? Tuhan mengobrak-abrik seluruh pedagang yang ada di sana dan menyebut mereka mendirikan sarang penyamun di rumah Tuhan.

Sikap-sikap ini hanya contoh yang kadang terjadi di dalam gereja. Tetapi jika kita mau analisa maka sikap-sikap ini seperti puncak gunung es di tengah laut. Sikap-sikap ini mencerminkan betapa bobroknya gereja tersebut selama ini. Jika hal ini bisa terjadi di gereja, bagaimana pula saat mereka di dalam masyarakat dalam kehidupan sehari-hari? Inilah sikap orang-orang yang berseru, “Cu Ah!” dan di sisi lain terus menerus melakukan kejahatan bahkan menyetujui orang lain yang melakukannya. Mereka mungkin saja setuju jika ada kesalahpahaman dalam gereja, maka hal itu diserahkan kepada aparat hukum. Tetapi kalau kesalahan itu ada di pihak mereka, maka hal itu didiamkan dan menganggap tidak perlu diungkit-ungkit masa lalu, namun mereka tidak mau belajar dari masa lalu dan bertobat. Dengan kondisi yang seperti ini bagaimana gereja menegakkan kesaksiannya di tengah dunia yang gelap? Kalau gereja saja gelap apakah ia mampu memberikan secercah cahaya bagi dunia yang terhilang ini? Dalam hal ini gereja pasti gagal menggemban Amanat Agung Tuhan Yesus.

Orang-orang yang melakukan kejahatan ini tidak merasa takut akan Tuhan. Orang-orang inilah yang justru sering menyebut nama Tuhan dalam memimpin ibadah-ibadah, doa dan puji-pujian. Betapa sakitnya hati Tuhan setiap kali kata “Cu Ah..!” diucapkan oleh orang yang melakukan kejahatan dengan jubah pelayanan? Tuhan akan menghukum orang-orang yang menyebut nama Tuhan dengan sembarangan! Tuhan akan menghukum karena orang-orang yang di dalam gereja yang sudah meninggalkan Dia. Sejarah bangsa Israel telah membuktikan bagaimana Allah membiarkan Bait Allah dan Jerusalem berkali-kali diserbu dan dijarah oleh orang-orang kafir. Jika tidak bertobat, kita akan melihat penghukuman Allah atas diri kita, atas keluarga kita, atas gereja kita dan atas generasi kita. Atau mungkin juga penghukuman Allah saat ini sedang berlangsung dengan pelan dan pasti…?? Marilah kita kembali kepada Tuhan, berpaling dari kejahatan kita dan meminta pengampunanNya! Amen!

Apabila orang-orang fasik bertunas seperti tumbuh-tumbuhan, dan orang-orang yang melakukan kejahatan berkembang, ialah supaya mereka dipunahkan untuk selama-lamanya. (Maz 92:8)